Kamis, 17 Maret 2016

TUGAS 1 ARTIKEL SOFTSKILL

PRESIDEN TANPA ISTANA

Menurut sejarah, Indonesia pernah punya yang disebut presiden yang terlupakan jadi presiden. Mengapa dikatakan seperti itu? Karena dua orang ini tidak masuk dalam data pemerintahan kepresienan Republik Indonesia. Ia adalah Syarifuddin Prawiranegara dan Mr. Asaad.
Syarifuddin Prawiranegara mendapat sebutan Presiden lahir di Banten, 28 Februari 1911. Syafruddin memiliki nama kecil "Kuding", berdarah campuran Banten dan Minangkabau.  Setamat dari sekolah Belanda setingkat SMA, AMS, Bandung, Syafruddin pindah ke Jakarta demi melanjutkan studinya di Rechtshogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) pada tahun 1939. Sekitar tahun 1939-1940 saat pemerintah Belanda masih menguasai Indonesia, Syafruddin bekerja sebagai pegawai siaran radio swasta, kemudian menjadi petugas Departemen Keuangan Belanda hingga kekuasaan atas Indonesia berpindah ke tangan Jepang di tahun 1942. 
Syarifuddin disebut presiden karena pernah menjabat pimpinan tertinggi PDRI walaupun sebenarnya Syafruddin Prawiranegara sebenarnya tidak pernah menjabat sebagai Presiden RI.  PDRI adalah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Jatuhnya ibu kota negara dan tertangkapnya dua orang ini otomatis membuat pemerintahan tidak berjalan dengan .PDRI yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara dengan pusat pemerintahan berada di Sumatera Barat. 
Lalu apa yang melatarbelakangi Syarifuddin Prawiranegara diangkat jadi ketua PDRI? Pasca proklamasi, ia menjabat sebagai anggota Badan Pekerja KNIP. Tahun 1946, Syafruddin mendapat kepercayaan untuk masuk dalam jajaran kabinet sebagai Wakil Perdana  Menteri. Masih di tahun yang sama, Syafruddin diangkat menjadi 
Menteri Keuangan. Setahun berikutnya, ia menjabat sebagai Menteri Kemakmuran.
Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II, yang diawali dengan serangan ke Yogyakarta, ibukota Republik Indonesia saat itu.
Dalam peristiwa itu, terdapat kekosongan kekuasaan di pemerintahan Indonesia karena Presiden Soekarno dan wakil presiden Moh. Hatta ditangkap dan diasingkan Belanda ke pulau Bangka.
Untuk mengisi kosongnya kursi pemerintahan, Syafruddin kemudian mendapat tugas untuk membentuk sekaligus bertindak selaku Ketua Pemerintahan Darurat RI (PDRI) di Sumatera. Mandat tersebut disampaikan Soekarno-Hatta lewat telegramnya.  Namun karena sulitnya sistem komunikasi di masa itu, telegram tersebut tidak sampai ke Bukittinggi. Beruntungnya di saat yang bersamaan, begitu mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki Ibukota  Yogyakarta dan menangkap sebagian besar pimpinan negara, Syafruddin langsung mengambil inisiatif yang sama dengan pemikiran Soekarno.Ia kemudian mengusulkan pembentukan suatu pemerintah darura. Usulan tersebut juga mendapat persetujuan dari Gubernur Sumatra Mr TM Hasan, demi menyelamatkan negara yang berada dalam bahaya akibat kosongnya kepala pemerintahan.
Misi Syarifuddin Prawiranegara saat itu adalah selain untuk mengisi kekosongan pemerintahan di Indonesia adalah untuk  melakukan berbagai upaya agar para pemimpin bangsa yang ditangkap Belanda bisa segera dibebaskan. Usahanya membuahkan hasil dimana Belanda akhirnya terpaksa berunding dengan Indonesia. Usaha Belanda untuk kembali menancapkan kekuasaannya di bumi pertiwi pun berakhir yang ditandai dengan Perjanjian Roem-Royen. Soekarno-Hatta dan kawan-kawan akhirnya dibebaskan dan kembali ke pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Masa jabatan Syarifuddin Prawiranegara terbilang singkat yakni hanya 8 bulan saja. Pada 13 Juli 1949 di Yogyakarta, ia menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi dilakukan pada 14 Juli 1949 di Jakarta.
Lalu selanjutnya ada Mr.Asaad. Mr Asaad lahir di Dusun Pincuran Landai, Kanagarian Kubang Putih, Banuhampu, Agam, Sumatera Barat, 18 September 1904 . Assaat meneruskan studinya ke Rechts Hoge School (Sekolah Hakim Tinggi, yang kemudian menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia) di Jakarta. Setelah itu melanjutkan study ke Belanda hingga memperoleh gelar Meester in de Rechten (Mr) atau Sarjana Hukum. Assaat sudah aktif dalam gerakan kebangsaan sejak menjadi mahasiswa Dia pun aktif sebagai anggota Pengurus Besar Perhimpunan Pemuda Indonesia. Dia juga pernah dipercaya menjadi Bendahara Komisaris Besar Indonesia Muda. Lalu bergabung dalam gerakan politik Partai Indonesia (Partindo).
Apa yang melatarbelakangi Mr. Asaad menjadi presiden?. Yang melatar belakanginya adalah Pada saat itu Mr. Assaat duduk sebagai anggota sekretariatnya. Tidak lama kemudian dia ditunjuk menjadi ketua BP-KNIPdan Ketua KNIP.
Saat  perang gerilya PRRI di hutan-hutan Sumatera Barat dan 
Sumatera Utara tersebut. Dia pun tertangkap kemudian dia dipenjara di Jakarta selama empat tahun 1962-1966. Mr.Assat baru keluar dari penjara, setelah Orde Lama ditumbangkan  Orde Baru.Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Mr. Assaat ditangkap Belanda bersama  Bung Karno,  Bung Hatta serta pemimpin Republik Indonesia lainnya, kemudian diasingkan ke Manumbing, Pulau Bangka.
Saat berlakunya Konstitusi RIS dan terbentuknya RIS (Republik Indonesia Serikat).
Tujuan Mr. Asaad sendiri saat menjadi Presiden RI adalah setelah perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949, Assaat diamanatkan menjadi Acting Presiden Republik Indonesia di Yogyakarta hingga 15 Agustus 1950.Dengan terbentuknya RIS (Republik Indonesia Serikat), jabatannya sebagai Penjabat Presiden RI pada Agustus 1950 selesai, demikian juga jabatannya selaku ketua KNIP dan Badan Pekerjanya. Sebab pada bulan Agustus 1950, negara-negara bagian RIS melebur diri dalam Negara Kesatuan RI.
Berakhirnya Mr.Asaat jadi presiden adalah pada Agustus 1950, demikian juga abatannya selaku Ketua KNIP dan Badan Pekerja KNIP, berakhir. Sebab pada bulan Agustus 1950 tersebut, negara-negara bagian RIS melebur diri (bersatu kembali) dalam Negara Kesatuan RI. Kemudian, Setelah ibukota RI (Undang-Undang Dasar Sementara) kembali ke Jakarta, Mr. Assaat sempat menjadi anggota parlemen (DPR) dan menjabat sebagai  Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Natsir September 1950 - Maret 1951. Setelah Kabinet Natsir bubar, dia pun kembali menjadi anggota Parlemen.
Jadi kesimpulannya, baik Syarifuddin Prawiranegara maupun Mr. Asaat sama-sama memang pernah menjabat sebagai presiden RI namun tidak untuk waktu yang lama dan secara formal seperti presiden-presiden sebelumnya. Mereka hanya menjabat sebagai presiden RI dalam waktu yang sebentar dan hanya untuk suatu kepentingan tertentu









Refrensi: